YOGYAKARTA - Aktivis dari Jakarta Animal Aid Network
(JAAN) bersama Animal Freinds Jogja (AFJ), berunjuk rasa menolak
pertunjukan sirkus lumba-lumba yang berlangsung di Yogyakarta. Mereka
menilai, sirkus merupakan bentuk eksploitasi terhadap hewan mamalia itu.
Dua ekor replika lumba-lumba terlihat apik di samping pintu masuk Kompleks Kepatihan, Jalan Malioboro Yogyakarta. Tetapi, salah satunya dirantai dan tidak bisa bebas. Terantainya satu replika merupakan bentuk sindiran kepada Pemerintah Daerah, khususnya Yogyakarta yang memberikan izin berlangsungnya sirkus lumba-lumba.
"Kami mendesak pemerintah jangan lagi memberikan izin sirkus lumba-lumba. Hanya Indonesia satu-satunya negara yang masih membiarkan pentas sirkus lumba-lumba berlangsung," kata Ketua JAAN, Pramudya Harzani, kepada Okezone, Senin (10/12/2012).
Selain memasang dua replika, mereka juga membentangkan berbagai spanduk serta membawa poster yang isinya menolak eksploitasi hewan tersebut. Mereka turut memutar video yang menggambarkan kekejaman pengelola sirkus dalam melatih hewan air yang bernapas dengan paru-paru itu.
Pramudya melanjutkan, untuk mendesak diberhentikannya sirkus, mereka akan menyerahkan spanduk bertuliskan 'Jogja Istimewa Tanpa Eksploitasi Satwa' kepada Gubernur DIY, Sri Sultan HB X. Sekaligus membagikan selebaran kepada warga sambil mempertontonkan teatrikal.
"Lumba-lumba di alam bebas bisa hidup hingga 50 tahun, tetapi dalam sirkus hanya bertahan hidup lima tahun. Sirkus lumba-lumba merupakan pembodohan bagi masyarakat. Habitat mereka hidup tidak berjoget dangdut dan tidak meloncat dalam lingkaran bola api," timpal Program Manager AFJ, Angelina Pane.
Angelina menyayangkan, dalam bulan ini ada dua pentas lumba lumba di Yogyakarta, yakni di Pasar Malam Sekaten dan Lapangan Denggung Sleman. Mereka dipaksa pentas sehari lima kali dalam waktu 58 hari dan 30 hari. "Itu jelas bentuk penyiksaan dan sangat memalukan bagi kota pendidikan seperti Yogyakarta. Yogyakarta Istimewa tanpa ekspoitasi lumba-lumba," tegasnya.
Edukasi yang baik, lanjutnya, tidak harus melibatkan langsung satwa-satwa yang diperkenalkan. Praktik itu, dianggapnya sudah kuno, kejam, dan tentunya tidak perlu. "Mengorbankan satwa-satwa liar yang dipakai sebagai media didik untuk dipaksa dan dijerumuskan dalam kehidupan yang sama sekali tidak alamiah," pungkasnya.
Dua ekor replika lumba-lumba terlihat apik di samping pintu masuk Kompleks Kepatihan, Jalan Malioboro Yogyakarta. Tetapi, salah satunya dirantai dan tidak bisa bebas. Terantainya satu replika merupakan bentuk sindiran kepada Pemerintah Daerah, khususnya Yogyakarta yang memberikan izin berlangsungnya sirkus lumba-lumba.
"Kami mendesak pemerintah jangan lagi memberikan izin sirkus lumba-lumba. Hanya Indonesia satu-satunya negara yang masih membiarkan pentas sirkus lumba-lumba berlangsung," kata Ketua JAAN, Pramudya Harzani, kepada Okezone, Senin (10/12/2012).
Selain memasang dua replika, mereka juga membentangkan berbagai spanduk serta membawa poster yang isinya menolak eksploitasi hewan tersebut. Mereka turut memutar video yang menggambarkan kekejaman pengelola sirkus dalam melatih hewan air yang bernapas dengan paru-paru itu.
Pramudya melanjutkan, untuk mendesak diberhentikannya sirkus, mereka akan menyerahkan spanduk bertuliskan 'Jogja Istimewa Tanpa Eksploitasi Satwa' kepada Gubernur DIY, Sri Sultan HB X. Sekaligus membagikan selebaran kepada warga sambil mempertontonkan teatrikal.
"Lumba-lumba di alam bebas bisa hidup hingga 50 tahun, tetapi dalam sirkus hanya bertahan hidup lima tahun. Sirkus lumba-lumba merupakan pembodohan bagi masyarakat. Habitat mereka hidup tidak berjoget dangdut dan tidak meloncat dalam lingkaran bola api," timpal Program Manager AFJ, Angelina Pane.
Angelina menyayangkan, dalam bulan ini ada dua pentas lumba lumba di Yogyakarta, yakni di Pasar Malam Sekaten dan Lapangan Denggung Sleman. Mereka dipaksa pentas sehari lima kali dalam waktu 58 hari dan 30 hari. "Itu jelas bentuk penyiksaan dan sangat memalukan bagi kota pendidikan seperti Yogyakarta. Yogyakarta Istimewa tanpa ekspoitasi lumba-lumba," tegasnya.
Edukasi yang baik, lanjutnya, tidak harus melibatkan langsung satwa-satwa yang diperkenalkan. Praktik itu, dianggapnya sudah kuno, kejam, dan tentunya tidak perlu. "Mengorbankan satwa-satwa liar yang dipakai sebagai media didik untuk dipaksa dan dijerumuskan dalam kehidupan yang sama sekali tidak alamiah," pungkasnya.
URL : http://bogornewsandsport.blogspot.com/2012/12/tolak-sirkus-aktivis-rantai-replika.html
0 comments:
Post a Comment